Kisah Trauma Gagal Jelang Hari H Nikah, Keluarga Lemas

Kisah Trauma Gagal Jelang Hari H Nikah

Kisah Trauma Gagal Jelang Hari H Nikah | Pengalaman masa lalu yang tidak mengenakkan sering kali membuat trauma. Sehingga untuk memulai langkah berikutnya terasa berat.

Di sinilah perlu bantuan pihak lain yang mampu membangkitkan motivasi. Butuh orang yang lain yang bisa membimbing ke jalan yang lebih baik. Harus ada sosok yang mampu membawa ‘obat’ hati.

Kira-kira seperti itulah yang dirasakan Yoyo, seorang pemuda kelahiran Surabaya (1989). Yoyo menikah pada 2019 lalu, dengan Ami (kelahiran 1993). Padahal dua tahun sebelumnya Yoyo merasakan proses perjodohan yang begitu memilukan dan memalukan.

Kisah Trauma Gagal Jelang Hari H Nikah, Ada Masalah Besar Sebelum Lamaran

Sebelum menikah dengan Ami, Yoyo sudah menjalin hubungan serius dengan wanita pilihannya. Sebut saja namanya Ida. Hubungan Yoyo dan Ida sudah pada tahap persiapan dokumen di KUA.

Awalnya masing-masing keluarga sudah memberi lampu hijau pada hubungan sejoli ini. Ayah ibu Ida sudah menyatakan persetujuan. Sedangkan pihak Yoyo diwakili om dan tantenya karena ayah dan ibu Yoyo sudah wafat sejak Yoyo masih bersekolah SMP.

Menjelang musyawarah penentuan hari H, qadarullah Om Agik, paman Yoyo jatuh sakit hingga tidak bisa bergerak. Hanya di pembaringan. Belum diketahui kapan pulihnya.

Yatim Piatu Sejak SMP, Tak Punya Tempat Curhat

Om Agik ini sudah seperti ayah bagi Yoyo. Bahkan ia jadi walimurid bagi Yoyo untuk urusan pendidikan (sekolah dan kuliah).

Di sisi lain, ayah Ida mendesak agar acara pernikahannya disegerakan. Dengan atau tanpa Om Agik, begitu desakan keluarga Ida. Selain persoalan penetapan waktu, jarak juga menjadi bahan pertimbangan. Yoyo dan Ida berbeda kota meskipun masih satu provinsi. Kantor Yoyo dan Om Agik juga beda kota.

Selama dua bulan Yoyo kebingungan. Apakah menunggu pulihnya Om Agik sebagai ganti ayah ibu? Atau memenuhi permintaan keluarga Ida?

Yoyo tidak punya tempat curhat. Pemuda yang bekerja sebagai praktisi bank syariah ini berada dalam dilema. Ayah Ida yang ingin segera dan tak menghiraukan keadaan sang besan. Inginnya segera saja. Tak peduli kondisi calon keluarga mempelai pria.

Fisik Om Agik masih lemah dan belum bisa bergerak. Yoyo tak sampai hati untuk mengabaikan paman yang telah merawatnya sejak kecil. Sudah dianggap orangtua sendiri.

Masak dia bersenang-senang dalam pesta sedangkan orangtuanya terbaring sakit? Ibarat makan buah simalakama. Serba salah. Inilah Yoyo dengan kisah trauma gagal jelang hari H nikah.

Baca juga: Testimoni Taaruf | Lamaran Nyaris Batal Karena Problem Keluarga

Kisah Trauma Gagal Jelang Hari H Nikah, Cari Jalan Tapi Malah Berantakan

Dan Yoyo pun mencari jalan lain. lantas ia menghubungi pamannya yang lain tanpa sepengetahuan Om Agik, sebagai wakil dari keluarga mempelai pria. Sebut saja namanya Om Toni dan ia setuju untuk membantu Yoyo.

Maka Yoyo dan Om Toni bertemu dengan keluarga Ida membahas detil acara pernikahan. Setelah terjadwal, maka Yoyo mulai melengkapi dokumen-dokumen dan urusan teknis lainnya.

Namun hati kecil Yoyo merasa bersalah karena sama sekali tidak melibatkan Om Agik. Maka Yoyo memberanikan diri untuk melaporkan hasil musyawarah itu kepada Om Agik yang masih terbaring lemas namun masih sanggup berdiskusi ringan.

Setelah mendengarkan pengakuan Yoyo, Om Agik tampak sedih namun tetap tegar. Yoyo menuturkan kalimat yang keluar dari lisan Om Agik saat itu, “Silakan saja kalau kamu sudah siap. Tapi Om tidak tidak ikut. Kalau kamu jadi nikah dengan Ida, kamu hanya akan jadi keset bagi keluarganya.”

Kalimat itu ibarat petir di siang bolong bagi Yoyo. Betapa paman yang membesarkannya itu merasa terpukul dengan rencana pernikahannya itu.

Baca juga: Tips Keluarga Samawa dari Pebisnis | Testimoni

Batal Nikah Itu Menimbulkan Luka Yang Menganga

Walaupun seorang muslim tidak membutuhkan wali nikah namun tetap saja merupakan musibah besar bila tidak mendapat doa berkah dari orangtua atau wali yang merawat kita.

Meskipun keadaan Yoyo dan Ida ini tidak melanggar hukum syariat namun ini menjadi luka yang menganga di hati Yoyo maupun Om Agik jika rencana ini tetap dijalankan sesuai rencana.

Yoyo memikirkan hal ini beberapa hari. Maka dia ambil keputusan, dia menghadap ayah Ida dan menyatakan untuk membatalkan semua rencana dan menyatakan mundur dari mempersunting Ida.

Ayah Ida dan keluarganya marah besar. Yoyo dimaki-maki. Tak hanya itu, Yoyo pun harus menyatakan kalimat maaf secara lisan kepada sejumlah tetangga Ida sebagai bentuk pertanggungjawaban Yoyo.

Yoyo pun dengan berat hati harus mendatangi sejumlah tetangga sekitar Ida dan menyatakan permohonan maaf secara langsung kepada mereka. Kisah trauma gagal jelang hari H nikah ini dialami oleh Yoyo, pemuda yang sebetulnya baik dan santun.

Baca juga: SMP Lulus Menikah Mulus | Testimoni

Tak Terbayangkan, Menahan Malu Di Hadapan Seluruh Orang Kampung

Di luar dugaan Yoyo, ternyata sebagian besar tetangga Ida justru mendukung keputusan Yoyo itu. Mereka pun membesarkan hati Yoyo agar tetap tabah dan optimistis menatap masa depan.

Rupanya para tetangga itu paham betul bagaimana karakter orangtua Ida di lingkungan itu. Sehingga mereka tidak terkejut dengan kejadian itu. Justru mereka menyemangati Yoyo.

Sejak peristiwa itu, Yoyo jadi sering merenung. Dia kehilangan semangat. Benar-benar down. Ayah ibu sudah tiada. Kakak laki-laki satu-satunya juga sedang bermasalah dengan istrinya. Om Agik masih sakit. Tak ada teman curhat.

Beberapa bulan berlalu, alhamdulillah Om Agik berangsur membaik. Mulai bisa berjalan dengan tongkat. Sebelumnya menggunakan kursi roda. Tubuhnya yang tinggi besar jadi menyusut. Lalu tubuhnya jadi kurus. Sudah bisa bangkit dari ranjang dan berjalan menggunakan tongkat.

Trauma Itu Ibarat Luka, Harus Segera Dicarikan Obatnya Jika Ingin Sembuh

Awalnya Yoyo tak lagi membahas soal jodoh. Namun ada karyawan lembaga amil zakat menyerahkan nomor ponsel Yoyo kepada tim Ngaji Jodoh. Katanya, siapa tahu Ngaji Jodoh bisa menjadi teman curhat sekaligus membantu opsi lain.

Setelah berkomunikasi dan bertemu secara intensif, Yoyo pun kembali bersemangat untuk menjalani taaruf. Ia pun sempat berproses beberapa kali. Hingga kemudian disodori biodata Ami. Pucuk dicinta ulam pun tiba.

Ami dan keluarganya membuka pintu yang lebar bagi Yoyo. Giliran Om Agik minta bertemu Ami dan keluarga pun disanggupi dengan senang hati. Padahal jarak rumah Ami dan Om Agik lamanya 5 jam perjalanan dengan kereta api.

Baca juga: Adab Menjadi Perantara Jodoh

Kisah Trauma Gagal Jelang Hari H Nikah, Pentingnya Lembaga Taaruf Islam

Saat itu Ami dan ibunya saja plus ketua tim Ngaji Jodoh serta Yoyo bersama-sama menemui Om Agik dan istri. Kedua belah pihak pun gayeng. Sangat akrab.

Sehingga makin erat hubungan kedua keluarga ini. Dan disepakati tanggal meminang dan dilanjutkan dengan hari H. Maka kisah trauma gagal jelang hari H nikah yang diderita Yoyo ini pun menjadi kisah happy ending.

Atas izin Allah, Desember 2019 lalu keduanya menikah. Hingga tulisan dibuat, sejoli ini sudah dikaruniai dua anak: laki-laki dan perempuan. Tak ada doa lain kecuali harapan keberkahan bagi keluarga baru ini.

Semoga menjadi keluarga yang Sakinah mawaddah wa rahmah hingga jadi kakek nenek kelak. Mudah-mudahan kawan-kawan peserta taaruf Ngaji Jodoh segera menyusul dan dinaungi keberkahan hingga ujung usia.

Baca juga: Menikah Itu Berat, Sendiri Juga Berat, Mengapa bisa begitu? Selengkapnya Anda bisa baca artikel ini di buletin Dirosah, klik sini

(Ditulis oleh Oki Aryono, Ketua Tim  Ngaji Jodoh, berdasarkan kisah nyata dengan nama yang disamarkan)

Sumber foto: pixabay

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *