Adab Menjadi Perantara Jodoh
Adab Menjadi Perantara Jodoh | Salah satu faktor penunjang kelancaran proses pencarian jodoh adalah adanya perantara jodoh. Perantara jodoh ini dibutuhkan dalam proses taaruf untuk membantu mempertegas proses taaruf yang benar. Taaruf merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab “lita’arafu” yang berarti saling mengenal. Jadi, taaruf adalah proses perkenalan yang sesuai syariat Islam antara laki-laki dan perempuan beserta keluarganya dalam rangka menuju jenjang pernikahan.
Pelaksanaan taaruf ini didampingi perantara yang bertugas untuk mencarikan jodoh dan menghubungkan kedua calon pasangan. Biasanya perantara ini adalah orang yang dituakan atau ustaz/ah. Ada adab menjadi perantara jodoh yang harus diperhatikan selama memediasi proses taaruf, yaitu:
Adab menjadi perantara jodoh, berniat baik dan mengingat Allah
Seorang perantara jodoh hendaknya meluruskan niat untuk membantu mereka yang ingin menyempurnakan separuh agamanya. Berniat baik untuk memediasi seseorang yang minta tolong ditaarufkan dengan orang lain. Beniat baik untuk mencarikan calon yang sesuai atau mendekati kriteria yang ada dalam proposal. Dengan memiliki niat baik karena Allah dan selalu mengingat Allah, perantara jodoh diharapkan bisa terhindar dari gangguan setan dengan memiliki niat yang salah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Kalian tidak akan beriman sampai kalian menyukai sikap baik untuk saudaranya, sebagaimana dia ingin disikapi baik yang sama.” (HR. Bukhari & Muslim).
(Baca Juga: Nasehat tentang Jodoh)
Adab menjadi perantara jodoh, tidak berkhalwat
Menghindari khalwat, berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram, sebaiknya dilakukan untuk menjaga kebersihan hati. Saat peserta taaruf dan perantara yang berlawanan jenis bertemu, pastikan untuk memilih tempat umum yang ramai. Bisa juga mengajak mahram atau teman yang berjenis kelamin sama untuk menemani.
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda, “Jangan sampai kalian berdua-duaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya), karena setan adalah orang ketiganya.” (HR. Ahmad).
(Baca Juga: Larangan Khalwat)
Menjaga pandangan
Adab menjadi perantara jodoh yang ketiga adalah menjaga pandangan. Saat perantara memberikan penjelasan kepada para peserta taaruf tentang tata cara taaruf, hendaknya keduanya sama-sama menundukkan pandangan. Hindari berlama-lama menatap peserta taaruf dengan tidak sewajarnya untuk mencegah zina mata.
Dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 30, Allah berfiman, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”
Membahas hal-hal seperlunya
Adab menjadi perantara jodoh yang kelima adalah menghindari hal-hal yang tidak perlu dalam pembicaraan. Selain itu, perantara jodoh sebaiknya bersikap sopan dengan menjaga perkataan dan tingkah laku. Perantara jodoh hendaknya memberi tahu para peserta taaruf mengenai cara taaruf yang sesuai syariat, batas waktu pelaksanaan taaruf, kapan taaruf dilakukan, dan hal-hal terkait taaruf lainnya.
Setelah saling bertukar proposal, perantara akan mendampingi kedua calon pasangan untuk bertemu langsung. Setelah pertemuan tersebut, perantara akan menanyakan kesiapan kedua belah pihak. Apabila kedua calon pasangan sama-sama tertarik, proses dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya. Jika salah satu atau keduanya tidak cocok, taaruf akan dihentikan.
Dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah kalian banyak bicara tanpa berzikir kepada Allah, karena banyak bicara tanpa berzikir kepada Allah membuat hati menjadi keras, dan orang yang paling jauh dari Allah adalah orang yang berhati keras.” (HR. Tirmidzi).
Menutup aurat
Terakhir, adab menjadi perantara jodoh adalah menutup aurat. Apabila perantara jodoh bertemu dengan peserta taaruf yang berlainan jenis sebaiknya tetap menjaga adab untuk menutup aurat, sebagaimana di hadapan orang yang bukan mahram. Pun saat berinteraksi dengan peserta taaruf yang berjenis kelamin sama juga harus tetap mejaga aurat masing-masing.
Allah berfiman, “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Q.S. An-Nur: 31).
Penulis: Mega Anindyawati
Editor: Oki Aryono
Foto: Pixabay