Wali Nikah Nasab
Wali Nikah Nasab | Menikah adalah sunah Nabi yang dapat menjadi sah apabila terpenuhi syarat dan rukunnya. Terdapat empat rukun nikah, yaitu wali, dua orang saksi, shighat akad nikah, dan mahar.
Sebagai salah satu dari rukun nikah, wali adalah sebutan laki-laki dalam keluarga atau pihak lainnya, yang bertugas untuk mengawasi kondisi perempuan, khususnya yang berkaitan dengan pernikahan.
Peran wali ini sangat penting. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak (sah) nikah, kecuali dengan kehadiran wali dan dua orang saksi.” (HR. Thabrani. Hadis ini juga terdapat dalam kitab Shahih Al-Jami’, no. 7558).
Lebih lanjut, diriwayatkan oleh Zuhri dari Aisyah bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin dari walinya, maka nikahnya batil.” (HR. Ahmad).
(Baca Juga: Rukun dan Syarat Sah Nikah)
Wali Nikah Nasab, Definisinya
Oleh karena itu, diperlukan wali agar rukun pernikahan terpenuhi. Ada beberapa macam wali, wali nikah nasab, wali maula, wali hakim, dan wali tahkim. Wali yang utama adalah wali nikah nasab, yaitu wali nikah yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan calon mempelai wanita.
Adapun urutan wali nikah nasab (tidak boleh melangkahi) adalah ayah, kakek dari pihak ayah, saudara laki-laki kandung dari calon mempelai wanita, saudara laki-laki seayah dari calon mempelai wanita, anak saudara laki-laki seayah dan seibu (keponakan), anak saudara laki-laki seayah, paman (saudara laki-laki ayah), dan anak laki-laki paman dari pihak ayah (sepupu). Jika semua wali nikah nasab tersebut tidak ada, maka alternatif terakhirnya adalah wali hakim.
Lebih lanjut, wali nikah harus memenuhi enam syarat, yaitu Islam, baligh, berakal, merdeka, laki-laki, dan adil (bukan orang fasik). Dari syarat wali nikah di atas, terlihat bahwa hanya laki-laki yang dapat menjadi wali nikah.
Perempuan tidak dapat menjadi wali. Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah wanita menikahkan wanita lain, dan janganlah wanita menikahkan dirinya sendiri.” (HR Ibnu Majah)
(Baca Juga: Adab Menjadi Perantara)
Tugas Wali Nikah Nasab
Dapat syariat Islam, seorang wanita tidak memikul tanggung jawab yang sama beratnya dengan laki-laki karena sifat wanita yang lemah.
“Dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam keluar menuju masjid pada Idul Adha atau Idul Fitri (nampaknya Abu Sa’id al-Khudri tidak yakin). Beliau melewati kaum wanita, dan bersabda, ‘Wahai kaum wanita, hendaknya kalian bersedekah. Sungguh aku melihat kalian akan menjadi mayoritas penduduk neraka.’ Mereka bertanya, ‘Mengapa demikian, wahai Rasulullah?’ Beliau bersabda, ‘Kalian banyak mencaci dan kurang bersyukur kepada suami. Aku perhatikan kalian memang kurang akal dan kurang agama.’ Mereka bertanya, ‘Apa bukti bahwa kami kurang akal, wahai Rasulullah?’ Beliau bersabda, ‘Bukankah kesaksian wanita adalah separuh dari kesaksian pria?’ Mereka bertanya, ‘Benar.’ Beliau bersabda, ‘Itulah bukti wanita itu kurang akal. Bukankah wanita biasa itu haid, lalu tidak salat, dan tidak puasa?’ Mereka menjawab, ‘Benar.’ Beliau bersabda, ‘Itulah bukti wanita itu kurang agamanya.’” (Muttafaq ‘alaih).
Maka tugas wali nikah nasab adalah bertanggung jawab atas seluruh kebutuhan hidup wanita sampai dia menikah. Setelah menikah, tanggung jawab ini beralih kepada suami. Akad nikah dapat dimaknai sebagai pelimpahan tanggung jawab dari wali kepada suami.
Akan tetapi, wali nikah nasab tetap memiliki kedudukan sebagai pelindung wanita itu. Jika dalam pernikahannya ada masalah dengan suami, wali lah yang menjadi penengah dan pelindung wanita. Wali berhak menanyakan dan menuntut hak-hak wanita pada suaminya.
Jodoh itu Harusnya Urusan Wali
Allah berfirman, “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur: 32)
Sejalan dengan hal ini, seorang wali nikah nasab berhak mengatur urusan jodoh wanita dengan cara menikahkannya. Ada beberapa hukum-hukum wali yang harus diperhatikan, yaitu:
- Laki-laki yang ingin menikahi seorang wanita sebaiknya meminta izin pada walinya, yaitu ayah kandungnya atau menanyakan wanita tersebut kepada walinya jika wanita tersebut janda dan walinya bukan ayah kandungnya.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Janda lebih berhak terhadap dirinya daripada walinya dan gadis itu harus dimintai izin, dan izinnya adalah diamnya.” (H.R. Imam Malik). - Perwalian wali yang dekat tidak sah dengan keberadaan wali yang lebih dekat. Misalnya, perwalian saudara seayah tidak sah dengan keberadaan saudara kandung.
- Jika seorang wanita meminta kedua kerabatnya menikahkan dirinya, lalu mereka menikahkan wanita itu dengan dua laki-laki yang berbeda, maka wanita tersebut dinikahkan dengan laki-laki yang pertama. Jika akad dilaksanakan pada waktu yang sama, maka pernikahan wanita dengan kedua laki-laki tersebut batal.
Penulis: Mega Anindyawati
Editor: Oki Ariyono
Foto: Pixabay