Status Janda dalam Pandangan Islam

Status Janda dalam Pandangan Islam

Status Janda dalam Pandangan Islam | Tidak ada satu pun wanita yang mau jadi seorang janda, baik janda kembang mau pun janda muda punya anak. Harapan dalam pernikahan adalah bersama hingga kakek nenek dalam suka atau pun duka.

Hanya saja sebagian wanita harus menghadapi kenyataan berpisah dengan suaminya, hingga status janda pun tak kuasa ditolaknya. Berpisah di sini dalam dua makna, bepisah karena bercerai atau berpisah karena suami meninggal dunia.

Apa pun alasan pisahnya, berpisah hidup atau berpisah wafat, sebagian masyarakat menganggap janda itu sebuah hal yang kurang terhormat. Tak sedikit yang menjadikannya bulan-bulanan dan bahan olok-olokan, baik secara lisan maupun secara tulisan di media sosial.

Bagaikan ikan pindang, seorang janda menjadi mangsa empuk para lelaki iseng. Lelaki kurang adab akan mencuri-curi kesempatan untuk menggodanya. Hal ini juga yang membuat para istri yang tinggal berdekatan akan berpikiran buruk kepada para janda itu, khawatir para suami itu akan berusaha iseng.

Apa Salah Berstatus Janda?

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa tidak ada wanita yang bercita-cita menjadi seorang janda dan tidak sedikit juga masyarakat yang memandang para janda dengan sebelah matanya.

Pertanyaannya, apakah buruk berstatus janda? Jawabannya jelas tidak. Apa yang terjadi adalah takdir yang sudah terjadi dan tidak bisa diubah maupun ditolak.

Sebagai seorang hamba Allah yang taat, menerima takdir yang sudah Allah tetapkan adalah bagian dari rukun iman. Menganggap wanita berstatus janda itu rendah sama dengan merendahkan takdir Allah.

Status Janda dalam Pandangan Islam

Janda merupakan takdir yang tidak bisa dirubah, menolak atau tidak bisa menerima takdir Allah sama dengan menolak jalan yang sudah Allah tetapkan. Hal ini bisa memicu dosa besar yang terus mengalir, selama penolakan itu terus ada.

Dalam pandangan Islam, baik lajang, janda, dua, tidak ada bedanya. Karena yang membedakan antara satu manusia dengan manusia yang lain adalah ketakwaannya kepada Allah SWT.

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat:13)

(Baca Juga: Status Duda Dimata Wanita)

Dari ayat tersebut dapat kita dapati bahwa tidak ada yang salah menjadi seorang janda. Karena yang membedakan manusia hanyalah ketakwaannya kepada Allah SWT. Perundungan yang dilakukan oleh beberapa masyarakat kepada para janda itu lahir dari kesalahan berpikir mereka sendiri.

Namun, ini juga evaluasi bagi para janda muslimah. Hendaknya para janda muslimah itu mampu menjaga diri. Harus punya rasa malu. Tidak genit. Tidak gampang-gampang dekat dengan pria jika ada yang iseng maupun yang pedekate.

Harus selektif, mana pria yang serius dan mana yang hanya iseng. Harus tegas terhadap modus pria, khususnya pria beristri. Semua demi menjaga kesucian dan kehormatan diri janda muslimah itu sendiri.

Janda Hebat

Dalam catatan sejarah, kita mengenal Imam Jalaludin as-Suyuti, seorang ulama dan penulis produktif yang melahirkan banyak karya. Kurang lebih ada 600 kitab yang telah ditulisnya, bahkan ada yang berpendapat ada 900 judul kitab yang telah ditulisnya.

Karyanya yang paling fenomenal adalah kitab tafsir Jalalain, yang ditulis bersama Imam Jalaludin al-Mahali. Bila kita amati kisah hidupnya, beliau dibesarkan oleh seorang ibu yang berstatus janda.

Selain Imam Jalaludin, banyak pula orang-orang hebat yang menjadi ahli fiqih, hadist, dan tafsir seperti Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Imam Bukhari, semuanya dibesarkan dan hidup dalam didikan ibu yang janda.

(Baca Juga: 10 Keutamaan Menikahi Janda)

 

Penulis: Syahirah Ramadania

Editor: Oki Aryono

Foto: Pixabay

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *